Kamis, 07 Juli 2011

MEMBONGKAR ORGANISASI MAHASISWA ZONDER KESADARAN


Oleh : Nurrahman Aji Utomo

Makalah Disampaikan Dalam Acara Upgrading Kelompok Studi Dan Penelitian “Principium” Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta 5 Juli 2011

            Berproses dengan status mahasiswa terkesan hal yang biasa saja, berbeda bila dibandingkan dengan seorang tamatan SD yang menjadi juragan bus. Stigma masyarakat kebanyakan mengagumi hasil akhir dari tamatan SD tersebut, daripada seoang sarjana S-1 yang sama – sama menjadi juragan bus. Terlepas dari hal tersebut, memaknai dan menikmati sebuah proses selama menjadi mahasiswa ternyata menjadi hal penting terlebih status mahasiswa “diduga” memiliki beban yang lumayan berat. Goal dari seorang mahasiswa untuk mencapai derajat sarjana, selain secara formal menempuh jenjang sks, tugas akhir, etc dan diharapkan memiliki dan melaksanakan esensi dari proses belajar di Perguruan Tinggi, yakni Tri Darma PT, pendidikan, penelitian dan pengabdian.
            Lalu kaitan organisasi dengan bualan2 diatas apa ?? apakah berpengaruh ??. ada korelasi yang kuat antara Organisasi dan proses belajar mahasiswa, jawab saya. Namun sebelum mengurai korelasi tersebut, kita bicarakan tentang mahasiswa dan seputar hal tersebut. Perbedaan mahasiswa dan siswa, kebanyakan terletak pada proses belajar dan pembelajaran yang dilaluinya, “konsep mandiri berbasis sikap skeptis” mungkin itu istilah yang bisa saya ungkapkan tentang perbedaannya. Ketika siswa mencari ilmu hanya disuapi oleh gurunya, maka mahasiswa dalam mencari ilmu dari segala hal yang didapatinya dengan sikap skeptis dan berusaha membuktikannya sendiri, dengan akalnya dan berusaha meng-aplikasikannya. Itu secara ideal, akan tetapi kondisi kekinian menciptakan mahasiswa yang berbeda, serba instan dan sekedar jadi tanpa sadar peran dan statusnya.
            Peran mahasiswa dapat terwujud mengingat status mahasiswa adalah insan akademis, yang diharapkan menjadi insan pencipta dan insan pengabdi. Sejalan dengan hal tersebut sebenarnya telah tersirat dalam Tri Darma Perguruan Tinggi, yang selama ini hanya menjadi aksesoris tambahan yang terkesan tidak perlu diajarkan di bangku kuliah. Terlebih substansi – substansi yang dtransfer kepada mahasiswa, hanya sisi manisnya saja, dengan harapan setelah lulus mampu diterima di perusahaan, CPNS, bahkan menjadi Profesional, dengan gaji yang layak. Lalu bagaimana pengabdiannya?? Bagaimana tanggung jawab sosialnya?? Berpijak dari kondisi – kondisi yang tidak diinginkan tersebut, dan berharap proses seorang mahasiswa dapat berjalan secara ideal, maka perlu adanya refleksi diri yang nantinya menjadi pemantik untuk mejdi lebih baik. Lalu peran organisasi berada dimana?? Tunggu, kita masih didepan rumah.
            Pembelajaran dalam Perguruan tinggi, yang pertama didapat dalam bangku kuliah, dan kedua dari sikap skeptis mahasiswa tersebut mencari ilmu dan mengaplikasikan ilmu. Pembelajaran yang kedua dapat ditempuh dalam sebuah organisasi, karena didalam organisasi terdapat sebuah interaksi yang mendorong individu untuk bergerak secara bersama guna mencapai tujuan. Akselerasi kapasitas, mungkin itu istilah yang saya gunakan, untuk menjelaskan bagaimana individu tersebut belajar diantara orang – orang yang memiliki perbedaan karakter, perbedaan kemampuan dan cara pikir, untuk menyesuaikan diri dengan organisasinya. Tentunya sebelum adanya akselerasi kapasitas tersebut diawali dengan sikap sadar akan peran dan status sebagai mahasiswa, sehingga dengan adanya kesadaran tersebut, akselerasi kapasitas menjadi semakin “terdepan”.
            Selayang pandang organisasi yang disepakati bernama KSP “Principium” ini, sekilas mempunyai keunggulan komparatif dalam hal akademik, dengan menumbuhkan semangat organisatoris dalam diri anggotanya. Akan tetapi keunggulan tersebut menjadi ilusi, ketika ada pemisahan antara sisi akademis dan sisi organisasi, karena bila dipisahkan kedua hal tersebut akan mengakibatkan keroposnya sendi organisasi ini, sehingga pengorbanan waktu, tenaga, pikiran menjadi tumbala yang sepadan demi sinerginya kedua hal tersebut. Perpaduan antara hal tersebut menjadi kunci keberadaan KSP dan keberlangsungannya melewati perubahan karekter mahasiswa. Selanjutnya dalam usaha mecari kesadaran berorganisasi, perlunya pemahaman karakter organisasi yang diselaraskan dengan anggota maupun pegurus yang berproses didalam organisasi tersebut, tentu hal tersebut dikenalkan dalam DIKLAT akan tetapi untuk menjaga keselarasan tersebut perlu diupayakan adanya transfer nilai dan transfer pengetahuan secara kultural sekaligus terstruktur.
            Mereka – reka organisasi secara normatif, penting juga menambah pemahaman akan Komunikasi Organisasi yang secraa jelas menunjuk pada struktur dan fungsi organisasi. Memang secara konkrit hal dimaksud termaktub dalam AD/ART KSP “Principium” yang tiap tahun dievaluasi dalam MUSANG (Musyawarah Anggota), sehingga bisa dikatakan AD dan ART KSP “Principium” responsif terhadap dinamika perkembangan organisasi. Hal tersebut menjadai salah satu kelebihan, akan tetapi tidak ada gunya jika pengurus tidak berpedoman terhadap hasil – hasil MUSANG, yang seyogyanya menjadi pedoman, yang ada hanya dengan dalih konsensus bersama, melihat kondisi kekinian atau apalah, yang intinya adalah diabaikannya hasil MUSANG. Kondisi tanpa solusi juga dapat terjadi apabila ternyata dalam hasil – hasil MUSANG, tidak ditemukan sebuah kaidah maupun payung hukum dalam mengeluarkan sebuah kebijakan, disusul kekalutan pengurus dalam menyikapi sebuah masalah.
            Mengelola sebuah organisasi secara tidak langsung berhadapan dengan kepemimpinan, dan manajemen. Korelasi etis antara ketiga hal tersebut selain terkelolanya organisasi juga meningkatkan kapasitas pengurus dalam berinteraksi didalam organisasi. Guna mencapai korelasi ketiga hal tersebut, diperlukan pemahaman akan karakter organisasi, selanjutnya dengan pemahaman karakter tersebut diperlukan kepemimpinan dalam mengarahkan serta mengintegrasikan segala hal, dan ditunjang dengan manajemen guna menjaga gerak organisasi.
            Sebaik apapun organisasi, tanpa ditunjang denga solidnya pengurus menjadikan kerdilnya organisasi dalam bergerak. Seberapa pintarnya pengurus mengolah sebuah organisasi tanpa adanya pedoman dan landasan, seolah menggadaikan organisasi. Mari sadar akan organisasi dan berorganisasilah dengan sadar.

0 komentar: