Oleh :
Michael
Arnold Pramudito
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Perubahan
mendasar dalam sistem perpolitikan di Indonesia terjadi dimasa reformasi. Salah
satu agenda reinstitusionalisasi politik tersebut telah menempatkan partai
politik sebagai salah satu instrumen terpenting dalam demokratisasi. Namun
demikian, dinamika kehidupan partai politik tidak berkembang diruang fakum.
Partai politik memiliki sejarah yang panjang sejak pemerintahan Republik
melalui Maklumat X/ 1945 membuka ruang gerak kehidupan multi partai, pembatasan
kehidupan kepartaian di masa Demokrasi terpimpin hingga pengerdilan ruang gerak
partai di masa Orde baru (Firmanzah, Mengelola
Partai Politik, Yayasan Obor, 2008:xv).
Setelah
penumbangan rezim orde baru penataan partai politik terus berlanjut sebagai
upaya peningkatan demokrasi di Indonesia, ini dapat dibuktikan dengan adanya
pemilihan langsung oleh rakyat dengan meningkatnya jumlah partai yang mengikuti
pemilihan umum.
Berkaca
pada pengalaman hampir sepuluh tahun pasca revormasi, demokrasi Indonesia
dengan sistem mulltipartai belum signifikan memberikan harapan bagi pengelolaan
tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Alasanya karena sistem multi partai
telah mengalami perluasan fragmentasi, sehingga mempersulit proses pengambilan
setiap keputusan di legislatif. Karena itu tidak heran bila berbagai pihak
mulai mendorong penerapan sistem multi partai sederhana.
Sebenarnya
pada masa sebelum reformasi terutama masa orde baru, kuantitas partai politik
terbatas karena pemerintahan yang cenderung otoriter. Bahkan hak asasi manusia
juga belum dibicarakan pada masa ini sehingga tidak ada protes dari masyarakat
mengenai hak-haknya untuk berkontribusi dalam pemilihan umum melalui pendirian
partai politik yang baru. Dalam masa transisi menuju masa reformasi untuk
mencapai demokrasi, partai politik semakin berkembang bahkan menjadi puluhan
seperti pada pemilihan umum tahun 2004 yang berjumlah 24 partai politik.
Kemudian berkembang berikutnya menjadi 48 partai politik. Masa transisi ini
berpengaruh pada perkembangan jumlah partai politik karena masyarakat sudah
terlepas dari sikap otoriter pemerintahan.
Keinginan
untuk melakukan penyederhanaan jumlah partai politik sudah ada, namun relitanya
menerapkan sistem penyederhanaan jumlah partai politik mengalami kendala. Hal
ini terlihat dari permasalahan bahwa pada Undang- Undang Nomor 2 tahun 2008
tidak dapat mengakomondasi secara keseluruhan. Dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011
terlihat tujuan pembentukannya adalah untuk menyederhanakan partai politik
dimana Pesyaratan-pesyaratan untuk mendirikan partai politik serta
verifikasi dipersulit. Namun, muncul
persoalan ketika undang-undang tersebut dimohonkan judicial review, dan pada pokoknya disebutkan dalam putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 005-PUU/XI/2011 tentang pengujian Undang- Undang
Nomor 2 Tahun 2011 bahwa putusan tersebut membatalkan proses verifikasi pada
partai-partai lama yang mengikuti pemilu sebelumnya tahun 2009 dan untuk partai
politik yang baru didirikan, tetap diadakan verifikasi selama dua setengah
tahun sebelum pelaksanaan pemilu tahun 2014 tujuan utama undang-undang tersebut
adalah untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Namun, hal
demikian dianggap telah mendoprak rasa keadilan bagi partai-partai politik
lainnya atau partai politik baru sebagai peserta pemilu tahun 2014.
Permasalahan
yang selalu berbelit menyebabkan penyederhanaan partai politik sebagai
perbaikan parlemen terus mengalami permasalahan, ini dikarnakan partai politik
di Indonesia masih menganut pedoman untuk melaksanakan kepentingan golongan,
sehingga semakin banyak anggota partai politik yang duduk diparlemen, semakin
kuat juga keberadaan partai politik sebagai penguasa parlemen, ini
mengindikasikan dengan adanya multi partai menyebabkan kepentingan antar
golongan mempengarui kestabilan badan legislatif di Indonesia, dengan adanya
penyederhanaan partai politik yang dimuat dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011
mengindikasikan tidak ada partai- partai yang baru yang akan muncul hal ini
menyebabkan adanya pengagalan dengan mengajukan Judicial review ke Mahkamah Konstitusi.
Berkaitan
dengan tujuan penyederhanaan sistem di Indonesia yang harus diterapkan oleh partai
politik di Indonesia harusnya diperketat dan dipertegas kembali. Jika dilakukan
berdasarkan pertimbangan Mahkamah konstitusi, maka persyaratan selanjutnya
harus dipersulit. Hal demikian perlu dilakukan karena jika masih diperlonggar
maka jumlah partai politik semakin lebih banyak dari tahun 2009, salah satu
caranya adalah dengan menaikkan angka parliamentary
treshold atau PT dibandingkan pada Undang- Undang sebelumnya yakni 2,5%.
Keefektifan
stabilitas pemerintahan secara Presidensiil akan terganggu dengan sistem partai
yang terlalu banyak ini dikarnakan kebijakan yang diambil oleh penguasa yaitu
Presiden dipengarui oleh dukungan parlemen kepada presiden maka implementasi
kebijakan yang diambil oleh Presiden merupakan campur tangan dari tujuan yang
ingin dicapai oleh masing- masing partai politik yang berkuasa.
Selepas
itu, masih ada jaringan berikutnya, yaitu persyaratan untuk masuk ke parlemen,
antara lain lewat ketentuan ambang batas parlemen parliamentary treshold (PT) dan besaran daerah pemilihan (district magnitude). Ketentuan itu bisa menjadi ukuran relatif
mudah atau sulitnya bagi partai politik untuk bisa mendudukan kadernya di
parlemen. Makin tinggi besarnya PT, makin sulit bagi partai politik masuk ke
parlemen. Demikian halnya dalam daerah pemilihan yang berkursi sedikit,
kompetensi kian ketat dan semakin berat upaya partai politik mendudukan
wakilnya diparlemen.
Penyederhanaan
partai politik nantinya akan memperkuat sistem presidensiil yang dianut di
Indonesia, untuk mencapai efektifitas demokrasi dan kesejahteraan rakyat yang
adil dan makmur sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.
0 komentar:
Posting Komentar