Jumat, 15 Maret 2013

Penyederhanaan Partai Politik Sebagai Upaya Improvement Parlemen


Oleh :
Michael Arnold Pramudito
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Perubahan mendasar dalam sistem perpolitikan di Indonesia terjadi dimasa reformasi. Salah satu agenda reinstitusionalisasi politik tersebut telah menempatkan partai politik sebagai salah satu instrumen terpenting dalam demokratisasi. Namun demikian, dinamika kehidupan partai politik tidak berkembang diruang fakum. Partai politik memiliki sejarah yang panjang sejak pemerintahan Republik melalui Maklumat X/ 1945 membuka ruang gerak kehidupan multi partai, pembatasan kehidupan kepartaian di masa Demokrasi terpimpin hingga pengerdilan ruang gerak partai di masa Orde baru (Firmanzah, Mengelola Partai Politik, Yayasan Obor, 2008:xv).

Setelah penumbangan rezim orde baru penataan partai politik terus berlanjut sebagai upaya peningkatan demokrasi di Indonesia, ini dapat dibuktikan dengan adanya pemilihan langsung oleh rakyat dengan meningkatnya jumlah partai yang mengikuti pemilihan umum.
Berkaca pada pengalaman hampir sepuluh tahun pasca revormasi, demokrasi Indonesia dengan sistem mulltipartai belum signifikan memberikan harapan bagi pengelolaan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Alasanya karena sistem multi partai telah mengalami perluasan fragmentasi, sehingga mempersulit proses pengambilan setiap keputusan di legislatif. Karena itu tidak heran bila berbagai pihak mulai mendorong penerapan sistem multi partai sederhana.

Sebenarnya pada masa sebelum reformasi terutama masa orde baru, kuantitas partai politik terbatas karena pemerintahan yang cenderung otoriter. Bahkan hak asasi manusia juga belum dibicarakan pada masa ini sehingga tidak ada protes dari masyarakat mengenai hak-haknya untuk berkontribusi dalam pemilihan umum melalui pendirian partai politik yang baru. Dalam masa transisi menuju masa reformasi untuk mencapai demokrasi, partai politik semakin berkembang bahkan menjadi puluhan seperti pada pemilihan umum tahun 2004 yang berjumlah 24 partai politik. Kemudian berkembang berikutnya menjadi 48 partai politik. Masa transisi ini berpengaruh pada perkembangan jumlah partai politik karena masyarakat sudah terlepas dari sikap otoriter pemerintahan.

Keinginan untuk melakukan penyederhanaan jumlah partai politik sudah ada, namun relitanya menerapkan sistem penyederhanaan jumlah partai politik mengalami kendala. Hal ini terlihat dari permasalahan bahwa pada Undang- Undang Nomor 2 tahun 2008 tidak dapat mengakomondasi secara keseluruhan. Dalam     Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 terlihat tujuan pembentukannya adalah untuk menyederhanakan partai politik dimana Pesyaratan-pesyaratan untuk mendirikan partai politik serta verifikasi  dipersulit. Namun, muncul persoalan ketika undang-undang tersebut dimohonkan judicial review, dan pada pokoknya disebutkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005-PUU/XI/2011 tentang pengujian Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 bahwa putusan tersebut membatalkan proses verifikasi pada partai-partai lama yang mengikuti pemilu sebelumnya tahun 2009 dan untuk partai politik yang baru didirikan, tetap diadakan verifikasi selama dua setengah tahun sebelum pelaksanaan pemilu tahun 2014 tujuan utama undang-undang tersebut adalah untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia. Namun, hal demikian dianggap telah mendoprak rasa keadilan bagi partai-partai politik lainnya atau partai politik baru sebagai peserta pemilu tahun 2014.

Permasalahan yang selalu berbelit menyebabkan penyederhanaan partai politik sebagai perbaikan parlemen terus mengalami permasalahan, ini dikarnakan partai politik di Indonesia masih menganut pedoman untuk melaksanakan kepentingan golongan, sehingga semakin banyak anggota partai politik yang duduk diparlemen, semakin kuat juga keberadaan partai politik sebagai penguasa parlemen, ini mengindikasikan dengan adanya multi partai menyebabkan kepentingan antar golongan mempengarui kestabilan badan legislatif di Indonesia, dengan adanya penyederhanaan partai politik yang dimuat dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2011 mengindikasikan tidak ada partai- partai yang baru yang akan muncul hal ini menyebabkan adanya pengagalan dengan mengajukan Judicial review ke Mahkamah Konstitusi.

Berkaitan dengan tujuan penyederhanaan sistem di Indonesia yang harus diterapkan oleh partai politik di Indonesia harusnya diperketat dan dipertegas kembali. Jika dilakukan berdasarkan pertimbangan Mahkamah konstitusi, maka persyaratan selanjutnya harus dipersulit. Hal demikian perlu dilakukan karena jika masih diperlonggar maka jumlah partai politik semakin lebih banyak dari tahun 2009, salah satu caranya adalah dengan menaikkan angka parliamentary treshold atau PT dibandingkan pada Undang- Undang sebelumnya yakni 2,5%.

Keefektifan stabilitas pemerintahan secara Presidensiil akan terganggu dengan sistem partai yang terlalu banyak ini dikarnakan kebijakan yang diambil oleh penguasa yaitu Presiden dipengarui oleh dukungan parlemen kepada presiden maka implementasi kebijakan yang diambil oleh Presiden merupakan campur tangan dari tujuan yang ingin dicapai oleh masing- masing partai politik yang berkuasa.

Selepas itu, masih ada jaringan berikutnya, yaitu persyaratan untuk masuk ke parlemen, antara lain lewat ketentuan ambang batas parlemen parliamentary treshold (PT) dan besaran daerah pemilihan (district magnitude).  Ketentuan itu bisa menjadi ukuran relatif mudah atau sulitnya bagi partai politik untuk bisa mendudukan kadernya di parlemen. Makin tinggi besarnya PT, makin sulit bagi partai politik masuk ke parlemen. Demikian halnya dalam daerah pemilihan yang berkursi sedikit, kompetensi kian ketat dan semakin berat upaya partai politik mendudukan wakilnya diparlemen.

Penyederhanaan partai politik nantinya akan memperkuat sistem presidensiil yang dianut di Indonesia, untuk mencapai efektifitas demokrasi dan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur sesuai yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. 

0 komentar: