Oleh : Isharyanto S.H.,M.Hum
Makalah disampaikan dalam acara RETROAKTIF
KELOMPOK STUDI DAN PENELITIAN “Principium” FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET
Rabu 15 Juni 2011
Penegakan hukum adalah topik yang sangat luas. hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan itu terlindungi, maka hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, damai, tetapi dapat terjadi juga karena pelanggaran hukum. Dalam hal ini, hukum yang telah dilanggar itu harus ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum menjadi kenyataan. Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit (Sudikno Mertokusumo, 2004: 160). Sebagai bagian dari realitas kehidupan, penegakan hukum berarti menjaga kesinambungan terjadinya ingatan sosial (Haryatmoko, 2010: 52)
Tanpa penegakan hukum, maka masalah korupsi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) akan mengakar secara kuat dan struktural. Pelaku korupsi akan diuntungkan oleh impunity (tiada sanksi hukum). Tanpa penegakan hukum, berarti perilaku jahat dan tercela akan dibiarkan dan dengan demikian, suatu bangsa akan membungkam ingatan sosial. Dalam hal ini, ingatan sosial bangsa akan dikontrol dan diarahkan untuk melupakan kejahatan negara masa lalu. Banyak sisi gelap yang belum diangkat ke permukaan.
Bagaimanapun, ingatan individual akan lenyap bersama dengan kematian seseorang. Ingatan sosial akan tetap hidup meskipun orang – orangnya sudah meninggal. Tindakan seseorang, terutama bila memiliki posisi penting, terpatri di dalam sejarah dan meninggalkan inskripsi sosial. Kemudian inskripsi sosial membentuk ingatan sosial dimana pelaku, korban dan makna tindakan meninggalkan jejaknya. Ingatan sosial bukan sekedar sejarah. Ia adalah ingatan yang menagih agar kejahatan dimasa lalu diselesaikan secara adil (P. Ricoceur, 2000: 609). Maka ingatan sosial mempertanyakan impunity karena menohok rasa keadilan.
Menghidupkan ingatan sosial berarti bersama membangun proyek perdamaian dan tidak mengulangi kekeliruan masa lalu yang tragis. Ingatan sosial bukan untuk balas dendam, tetapi upaya klarifikasi hukum dan sejarak untuk mencari keadilan. Dengan demikian, sejarah orang yang kalah, sejarah korban diberi tempat.
Penegakan hukum tergantung kepada kemampuannya mengisahkan sejarah bangsa dalam bingkai ingatan sosial. Pengisahan mengandung dilema antara kerangka narasi sempit dan kerangka narasi luas. kerangka narasi sempit dari segi politik tidak meyakinkan karena mendasarkan penegakan hukum pada pembedaan tingkat kesalahan yang secara logika lemah dan dari segi moral sulit dibuktikan. Penegakan hukum untuk menimpakan kejahatan melawan kemanusiaan kepada oknum berarti hanya melihat peristiwa kejahatan yang lepas dari rezim politik. Sedangkan kerangka narasi luas membahayakan rezim yang ada. Banyak pihak akan diseret karena keterlibatan mereka dimasa lalu. Halangan utama ialah mereka masih dalam lingkaran kekuasaan, maka akan mencegah proses hukum. (Haryatmoko, 2010:53)
Pada sisi lain, penegakan hukum bisa mengusik kesadaran publik untuk bercermin kadar keterlibatan dirinya. Setiap orang diajak untuk memeriksa nuraninya sehingga mencegah dorongan mengulangi masa lalu tanpa kritik. Penegakan hukum merupakan upaya untuk membanyu menumbuhkan kesadaran publik akan tanggung jawab moral dan politik. Suatu proses hukum terdapat kejahatan massal, bila disertai dengan penajaman opini, dapat membantu penyadaran karena melibatkan perdebatan tentang perilaku para pelaku dan bentuk institusi yang dibelanya (M. Osiel, 2006: 255)
Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu kepastian hukum (Rechtssucherheit), kemanfaatan (Zweckmassigkeit), dan keadilan (Gerechtigkeit) (Sudikno Mertokusumo, 2004: 160). Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang – wenang yang berarti seseorang akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengahrapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum, masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Sebaliknya, masyarakat mengahrapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaan atau kegunaan bagi masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul keresahan didalam masyarakat. Unsur yang ketiga adalah keadilan, sekalipun hukum idak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan.
Dalam menegakkan hukum harus ada kompromi antara ketiga unsur tersebut. Ketiga unsur itu harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi didalam praktik, tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar