dimuat pada Joglosemar | JUMAT, 24 DESEMBER 2010
OPINI
Jelang Laga Final AFF 2010
Pertarungan Buruh vs Majikan?
Oleh Nurul Bisyarati
Penikmat sepakbola
Mahasiswi Fakultas Hukum
UNS, Solo
Sebuah pertandingan yang bukan hanya mencari kemenangan, tapi gengsi antara dua negara tetangga serumpun juga akan dipertaruhkan.
Buruh versus majikan. Kalimat tersebut mungkin sedikit menjadi gambaran emosional akan apa yang terjadi di Stadioan Bukit Jalil, Kuala Lumpur, Malaysia, pada Minggu, 26 Desember nanti. Sebuah pertandingan yang bukan hanya mencari kemenangan, tapi gengsi antara dua negara tetangga serumpun juga akan dipertaruhkan. Jika kalah, bukan hanya malu yang akan didapat, bisa jadi harga diri bangsa seakan didapat, bisa jadi harga diri bangsa seakan dilucuti musuh bebuyutan. Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara tetangga yang akan bertarung di dua laga kandang dan tandang final Piala AFF 2010 nanti.
Tapi, pada dasarnya bukan hanya pertarungan diatas lapangan saja yang menjadikan tensi kedua negara panas, Melainkan ‘’ pertarungan-pertarungan’’ yang telah ada semenjak zaman presiden pertama Republik Indonesia. Kita pastinya ingat dengan slogan ‘’Ganyang Malaysia’’ yang diucapkan oleh Soekarno saat itu. Perselisihan yang memanas dan hampir saja terjadi pertumpahan darah. Kemudian sentiment anti-Malaysia dalam hal ini mengenai pembentukan Federasi Malaysia di Indonesia kembali muncul di awal abad ke-21, terutama sebagai akibat banyaknya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang umumnya bekerja sebagai buruh rendahan di Malaysia.
Namun di sisi lain saat ini ada jutaan tenaga kerja Indonesia (TKI) maupun tenaga kerja wanita (TKW) yang mengadu nasib di negeri tersebut. Layaknya (maaf) nuruh dan majikan, hubungan panas antara Indonesia dan Malaysia menjadi buah simalamaka. Di satu sisi lain memberikan dampak keresahan bagi para TKW.
Selain itu, beberapa perselisihan perbatasan yang kemudian kemenangan Malaysia atas pengakuan pulau Sipadan hubungan kedua negara. Tak hanya itu, bangsa Malaysia kerap kali mengklaim beberapa kebudayaan asli Indonesia sebagai kebudayaan negeri mantan jajahan Ratu Elizabeth ini. Lidah mereka pun ucapkali nakal denga menyebut orang-orang Indonesia dengan sebutan indon (merendahkan). Dan dibalas oleh orang-orang Indonesia melalui dunia maya dengan menyebut mereka Malingsia.
Buruh versus majikan. Bagi bangsa Indonesia mungkin terdenganr menyakitkan, namun apa boleh buat. Hal itulah yang telah disematkan oleh Malaysia semenjak banyaknya tenaga kerja berupah murah Indonesia yang bekerja di sana.
Sejak adanya kebijakan pemerintahan mantan Presiden Soeharto berniat membantu peningkatan populasi warga Melayu, maka terjadi gelombang besar-besaran pengiriman orang Indonesia ke Malaysia yang dimulai sekitar tahun 1980an. Jumlah itu semkin bertambah pada tahun 2007 yang menjadi 90 persen dari seluruh pekerja asing di negara tersebut. Hal itu berarti ada banyak 1,5 juta orang asal Indonesia saat itu. Maka timbul pandangan di kalangan generasi baru Malaysia yang merendahkan orang Indonesia. Salah satu
penyebabnya adalah berbagai pemberitaan pers Malaysia dan pembiaran pemerintah Malaysia yang secara terbuka menyebutkan orang Indonesia sebagai ‘’indon’’ sebagai pelaku berbagai tindakan kriminal.
Lalu bagaimana pertandingan nanti? Bola itu bulat, kata pengamat sepakbola yang sering kali berkomentar di televise. Itu artinya, siapapun nisa menang asalkan wasit belum meniup peluit panjang. Bahkan asisten pelatih Indonesia, Wolfgang Pikal memperkirakan pertandingan akan berjalan a lot dan kemungkinan kemenangan fifty-fifty.
Teror Malaysia
Saat ini skuad Garuda tengah dalam kepercayaan diri yang amat tinggi dari total lima kali pertandingan yang dilakoni dalam laga penyisiahan hingga semifinal, sang penjaga gawang Markus Harison hanya kemasukan dua gol. Dan di sisi lain penyerang Indonesia berhasil menyarangkan 15 gol rata-rata tiga gol per pertandingan. Dan pelatih manapun akan melihat itu sebagai tim yang ofensif.
Kalau boleh memperkirakan apa yang terjadi di pertandingan final leg pertama nanti, pastinya teror-teror supporter Malaysia akan menggema di stadion kebanggan mereka Bukit Jalil. Stadion yang berkapasitas 100.000 orang itu akan disesaki penggemar Timnas Malaysia, karena supporter Indonesia hanya akan diberikan jatah 15.000 tempat duduk. Dengan sedikitnya jatah tiket, bisa jadi menjadi bagian strategi Malaysia untuk mengintimidasi pemain Indoneisa pertandingan. Bahkan, ajakan dari pengurus sepakbola Malaysia sudah terang-terangan mengajak warganya untul segera membeli tiket dan jangan sampai kedahuluan orang Indonesia yang berada di Malaysia.
Dan mungkin mereka juga khawatir, karena ada penduduk ‘’gadungan’’ yang ada di Malaysia. Yakni banyaknya TKI yang berada di Negeri Jiran tersebut. Satu pertanyaan yang saya pikirkan dan mungkin Anda juga memikirkannya, apa yang dilakukan oleh orang Mlaysia yang memiliki pembantu asal Indonesia. Apakah mereka akan melarang pembantunya untuk melihat pertandingan secara langsung atau tidak? Karena senakin bnayka supporter yang datang ke stadion, maka mereka akan menjdaikan pemain ke dua belas yang akan memenangkan pertandingan.
Saat ini, semangat tim Garuda sedang diatas angin. Karena mampu membenamkan Malaysia di pertandingan penyisihan dengan skor telak 5-1. Tapi jangan lupa, karena pertandingan besok merupakan pertandingan pertama di luar Stadion Gelora Bung Karno. Maka, muncul pertanyaan apa yang akan terjadi dengan bangsa Indonesia jika kalah dari Malaysia?
Satu pertanyaan yang mungkin kurang terpikirkan mengingat pertandingan Indonesia yang sangat memuskan. Jika itu terjadi, Malaysia akan semakin bertahta di atas Indonesia. Mengingat beberapa perselisihan sebelumnya juga di menangi mereka. Tak berhenti di situ saja, karena omongan-omongan supporter dua negara akan kembali panas, terlebih lagi di dunia maya.
Kekalahan juga akan meyebabkan kebiasaan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) muncul, yakni mencari kambing hitam. Tengok kanan kiri siapa yang patut disalahkan. Tapi selalu saja pengurus tidak pernah salah. Bahkan (maaf), dituntut mundur ribuan orang yang memenuhi stadion pun tetap bergeming dan kukuh sebagai keua PSSI.
Tapi pastinya saya sebagai bagian dari bangsa Indonesia, tetap mendoakan tim nasional sepakbola Indonesia menang dan menggondol Piala AFF untuk kali pertama. Hal ini akan menjadi tonggak kebangkitan persepakbolaaan nasioanl, dan di ranah politik antar bangsa sebagai balasan atas beberapa kali ‘’peperangan’’ dengan Malaysia. (***)
0 komentar:
Posting Komentar