Jumat, 28 Oktober 2011

KAJIAN KOMPARASI HUKUM TERHADAP HIPNOSIS FORENSIK SEBAGAI METODE INVESTIGASI PROGRESIF DALAM PERSPEKTIF SISTEM HUKUM ANGLO SAXON DAN SISTEM HUKUM ISLAM (Sebuah Kajian Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia)

oleh :
RATNA WIDIANING PUTRI E 0008217 
SETIA MARLYNA M E 0007208 

A.    PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Pengadilan merupakan tempat menegakkan keadilan. citra tersebut dinodai dengan keadaan kusut pemeriksaan persidangan. Diperlukan lompatan di bidang hukum untuk menguraikannya. Seperti lompatan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan penyadapan. Lompatan serupa juga diperlukan guna menghindari praktek korupsi di Indonesia, salah satunya dengan metode hipnosis dalam proses penyidikan. Pemanfaatan hipnosis dalam menggali keterangan saksi/korban adalah sebuah upaya paksa yang menghindarkan ‘kekerasan’, yang acapkali muncul dalam praktik interogasi.[1]
Hipnosis forensik telah dilegalkan di sebagian Amerika Serikat, dan patut diaplikasikan di Indonesia. Muncul pro dan kontra berkait pemanfaatan hipnosis dalam ranah hukum. Pada kubu Sistem Hukum Anglo Saxon, didasarkan kemutakhiran ilmu pengetahuan dalam pembuktian. Sementara pandangan Sistem Hukum Islam hipnosis cenderung menyalahi syariat Islam.
Pengkajian dimaksud diharapkan memberikan pertimbangan analitis guna pembaharuan di dalam hukum, khususnya Hukum Acara Pidana. Beragam permasalahan inilah yang akan dikaji dalam sebuah penelitian: Kajian Komparasi Hukum Terhadap Hipnosis Forensik Sebagai Metode Investigasi Progresif dalam Perspektif Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam (Sebuah Kajian Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia).
2.      Rumusan Masalah
1.    Bagaimana perspektif Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam mengkonsepsikan pemanfaatan hipnosis forensik sebagai sebuah metode investigasi progresif?
2.    Bagaimana konsepsi Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam memberikan kontribusi terhadap pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia atas pemanfaatan hipnosis forensik sebagai sebuah metode investigasi progresif?
B.     Telaah Pustaka
Kerangka Teoritik
1.      Hipnosis Forensik
Hipnosis diberlakukan di Amerika dalam bidang hukum (hipnosis forensik) dengan memanggil ingatan yang terkikis. Hasil rekonstruksi itu disebut hypnotically refreshed memory (ingatan yang disegarkan dengan hipnosis) dan bila dilaporkan harus disertai rekaman audio visual.[2]
1.      Anglo Saxon Sebagai Sebuah Sistem Hukum
Sistem Anglo-Saxon (common law system) merupakan suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya.
2.      Hukum Islam Sebagai Sebuah Sistem Hukum
a.    Sumbernya dari Allah SWT.
b.    Sanksi Hukum Syari`at Bersifat Duniawi dan Ukhrawi
c.    Berlaku Umum
d.   Universal
Adapun mengenai tujuan hukum Islam mengandung beberapa prinsip penting yang dapat dipedomani, antara lain;
1)      Hubungan antar sesama manusia didasarkan atas prinsip ‘keadilan’;
2)      Menjalin "persaudaraan", saling percaya, dan saling pengertian di satu sisi, serta menghindari bibit-bibit permusuhan dan pertikaian.
3)      Memelihara 3 Pokok Kepentingan manusia : Primer (Pokok), Sekunder (Penting) dan Tertier (Pelengkap).
4)      Konsentrasi dalam menjalankan tugas manusia - ‘Ibadah,
1.      Penyidikan Progresif.
Pengertian Aparat Penyidik
Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang- undang untuk melakukan penyidikan. (Pasal 1 butir 1 KUHAP).
2.      Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia
KUHAP yang disusun berdasarkan era teknologi tahun 70-an, tentu tidak pernah memikirkan eksistensi persidangan melalui media teleconference, electronic evidence sebagai alat bukti, kesahihan sidik genetic melalui uji DNA, upaya paksa penyadapan (intersepsi) telephone, maupun pendekatan ilmiah guna pengungkapan kejahatan melalui Scientific crime investigation, maupun wacana pemanfaatan hipnosis forensik sebagai ilmu bantu dalam hukum acara pidana.[1]
  1. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penyusunan kajian penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder berupa dokumen publik dan catatan-catatan resmi (public documents and official records. Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan cara  pengumpulan data sekunder. Teknik Analisis Data yang digunakan yaitu analisis isi (content analysis)

B.     PEMBAHASAN
Perspektif Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam Mengkonsepsikan Pemanfaatan Hipnosis Forensik Sebagai Sebuah Metode Investigasi Progresif
Guna melaksanakan Hukum Pidana, diperlukan cara-cara yang harus ditempuh agar ketertiban hukum dalam masyarakat dapat ditegakkan. Cara-cara itu disebut sebagai Hukum Acara Pidana yang bertujuan mencari dan mendapatkan kebenaran hukum material.
Sejalan dengan pemikiran Prof. Satjipto Raharjo, sebagai mahluk yang dibekali pikiran dan perasaannya sebagai manusia, tentu akan berpikir humanis dan mencari solusi progresif agar kebenaran material dapat ditegakkan. Seringkali polisi dalam melakukan investigasi menggunakan cara “kekerasan” (fisik maupun psikologis), hal ini justru akan merusak ingatan saksi, korban maupun tersangka.
Latar Belakang Penerapan Hipnosis Forensik di Sistem Hukum Anglo Saxon
Mengkiblat pada Sistem Hukum Anglo Saxon. Penrod & Culter[1] setiap tahun di Amerika terjadi hampir 4500 kesalahan kesaksian. Ketidaksesuaian ini dapat bersumber pada:[2]1. Keterbatasan kognisi saksi dalam mengolah, merekam dan mengingat informasi; 2. Bias yang terjadi dalam persepsi penyidik di dalam menilai kebenaran kesaksian; 3.Cara penggalian kesaksian oleh penyidik. Menanggapi masalah ini, diperlukan metode untuk menyegarkan memori saksi yakni dengan hipnosis forensik.
Hipnosis Forensik dari Sudut Pandang Sistem Hukum Islam
  1. Hipnosis Klasik
Hipnosis klasik ialah kemampuan untuk mempengaruhi pikiran orang lain atau bahkan diri sendiri dengan berbagai metode yang sarat dengan upacara klenik yang cenderung syirik kepada Allah SWT.
  1. Hipnosis Modern
Hipnosis modern adalah pengembangan fungsi otak para ahli psikologi dengan mengembangkan teori otak kanan (alam bawah sadar) untuk terapi pasien dan bukan sihir, karena dikembangkan secara logis dengan penelitian.
Hipnosis Forensik Sebagai Sebuah Metode Investigasi Progresif
Apabila hipnosis forensik diterapkan di Indonesia sebagai sebuah metode investigasi progresif, diperlukan sinergisitas antara pengaturan tentang perlindungan saksi/korban dan pengaturan tentang standar internasional penerapan hipnosis forensik yang benar.
Pada tahap penyidikan saksi dihipnosis untuk menyegarkan memorinya, tahap ini peran perlindungan saksi diperlukan untuk menjamin keselamatan saksi yang dihipnosis oleh seorang ahli hipnosis forensik. Menukil dari Orne, Dinges, dan Orne[3] dalam Sistem Hukum Anglo Saxon telah memberikan pedoman penggunaan hipnosis forensik dan hanya untuk investigasi, dan dengan perlindungan yang memadai. Pengamanan ini meliputi:
  1. Hipnotis harus seorang psikolog, psikiater, yang berkualitas profesional dengan pengalaman di kedua hipnosis klinis dan forensik.
  2. Sebuah rekaman video yang lengkap harus terbuat dari wawancara.
  3. Hanya hipnotis dan subjek harus disajikan selama wawancara.
  4. Evaluasi psikologis, memperoleh subjek tertulis dan diinformasikan untuk hipnosis, dan menentukan apa subjek hipnosis ingat sebelum digunakan.
  5. Hipnotis harus menghindari terkemuka dan teknik direktif.
  6. Hindari diskusi pasca-hypnosis tentang materi selama hipnosis.
C.      Konsepsi Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam Memberikan Kontribusi Terhadap Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia atas Pemanfaatan Hipnosis Forensik Sebagai Sebuah Metode Investigasi Progesif
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah penganut agama Islam perlu mendapat pencerahan terkait eksistensi Hipnosis Forensik. Sistem Hukum Anglo Saxon menyatakan kebenaran dari pemberian keterangan ketika seseorang berada dalam keadaan bawah sadar, maka sebelumnya ia akan melewati RAS (Reticulate Activated System) atau gerbang antara pikiran sadar dengan pikiran bawah sadar, segala bentuk sugesti akan disaring, karena RAS juga menyaring dengan menggunakan rasio tentang benar tidaknya sugesti yang diberikan, dengan menggunakan rasa yaitu tentang enak atau tidaknya sugesti tersebut, hipnosis ini dapat dipertanggung jawabkan sacara ilmiah.[4]
Keterpaduan Antara Sistem Hukum Anglo Saxon Dengan Sistem Hukum Islam dalam Penerapan Hipnosis Forensik Sebagai Sebuah Metode Investigasi Progesif Terhadap Pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia.
Hukum acara Pidana dalam KUHAP perlu pembaharuan guna keadilan substantive. Penerapan Hipnosis Forensik (metode investigasi progresif) dalam perspektif pembaharuan Hukum Acara Pidana perlu dimasukkan dalam penyidikan sebagai tahapan dalam Operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana.
Mekanisme dalam penerapan hipnosis forensik sebagai metode investigasi progresif ini adalah dengan menyatukan para pihak dalam laboratorium forensik yang melibatkan:
1.      Penyidik yaitu Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
2.      Ahli kejiwaan atau terapis yang khusus hipnosis
3.      Ahli di bidang Informasi dan Teknologi
Mekanisme Pemanfaatan Hipnosis Forensik
Penerapan hipnosisme dalam penegakan hukum, khususnya dalam mengumpulkan informasi saksi/korban. Hipnosis forensik bekerja dengan memanggil ingatan yang terkikis dalam perjalanan waktu.Hasil rekonstruksi ingatan itu disebut hypnotically refreshed memory (ingatan yang disegarkan dengan hipnosis) dan apabila dilaporkan harus disertai rekaman audio visual.
Mekanisme pemanfaatan hipnosis forensik dengan memanfaatkan gelombang otak. Gelombang otak diukur dengan alat Electro Encephalograph (EEG) yang dapat di gambarkan sebagai berikut:


 

























Gelombang Alpha (α) hingga Theta (θ) merupakan gelombang hipnosis, pada otak yang dapat dialiri sugesti hingga dihipnosis, karena gelombang itu merupakan gelombang dimana manusia hanya terfokus pada satu perhatian, sehingga sugesti mudah masuk, melalui sugesti yang diberikan seseorang dapat melakukan apa yang disuruh dan mengatakan apa yang diketahui secara jujur, asal ada kemauan dari pihak yang dihipnosis untuk menerima sugesti. Cara masuk sugesti ke alam bawah sadar adalah dengan cara memfokuskan pada satu perhatian, sehingga dari gelombang alpha akan melewati RAS (Reticulate activated system), gerbang antara pikiran sadar dengan bawah sadar pada gelombang (θ), tempat kesuksesan metode hipnotis.
RAS (Reticulate activated system) tersebut dapat diibaratkan sebagai Critical Factor. Critical Factor adalah bagian dari pikiran yang selalu menganalisis informasi masuk dan menentukan tindakan rasional. Critical Factor melindungi pikiran bawah sadar dari ide, informasi, sugesti atau bentuk pikiran lain yang bisa mengubah program pikiran yang tertanam di bawah sadar. Ketika dalam kondisi sadar, Critical Factor menghalangi sugesti yang ditanamkan ke pikiran bawah sadar. Sugesti yang diucapkan dalam kondisi sadar terhalang oleh Critical Factor. Saat hipnotist melakukan hipnosis, yang terjadi adalah hipnotist mem-by-pass Critical Factor subjek dan berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar subjek. By-pass di sini dilakukan dengan suatu teknik yang dinamakan “induksi”. Induksi bisa dilakukan dengan membuat pikiran sadar subjek sibuk, lengah, bosan, bingung atau lelah sehingga pintu gerbang pikiran bawah sadar, yaitu Critical Factor terbuka. Karena Critical Factor terbuka maka sugesti akan menjangkau pikiran bawah sadar. Critical Factor menjadi tidak aktif ketika seseorang dalam kondisi trance hipnosis. Maka dari itu, semua sugesti selama tidak bertentangan dengan sistem kepercayaan akan diterima oleh pikiran bawah sadar sebagai kebenaran, disimpan sebagai program pikiran. Program pikiran yang sudah ditanamkan melalui sugesti dalam kondisi hipnotis, menjadi pemicu perubahan yang seketika dan permanen.
Hipnosis dapat digunakan dengan saksi/korban sebuah tindak kejahatan pidana hanya dengan persetujuan mereka. Berkaitan dengan penegakan hukum yang progresif dan pembaharuan Hukum Acara Pidana di Indonesia, kesaksian hipnosis adalah dibolehkan jika kriteria ketat dipenuhi.
E.     PENUTUP
Kesimpulan
1.      Berkait kehalalan hipnosis sebagai sebuah cabang ilmu dari psikologi, terurai bahwa hipnosis forensik yang digunakan dalam menyegarkan memori saksi/korban adalah diperbolehkan karena terbukti keilmiahannya
2.      Pemikiran kekinian tentang hipnosis forensik diperkaya dengan pendekatan perbandingan hukum dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Sistem Hukum Anglo Saxon dan Sistem Hukum Islam. Sebagai upaya menidak-lanjuti pemikiran tersebut, penerapan Hipnosis Forensik sebagai metode investigasi progresif dalam perspektif pembaharuan Hukum Acara Pidana Indonesia dimasukkan dalam bagian batang tubuh penyidikan sebagai tahapan pertama dalam Operasionalisasi Sistem Peradilan Pidana.
Saran
1.      Majelis Ulama Indonesia segera memberikan fatwa terkait penggunaan ilmu hipnosis pada umumnya dan hipnosis forensik pada khususnya sebagai sebuah cabang ilmu psikologi yang ilmiah guna menguatkan dasar penerapan hipnosis forensik dalam Hukum Acara Pidana Indonesia.
2.      Pemerintah, selaku legislator membuat rancangan undang-undang yang mengatur tentang penerapan hipnosis forensik sebagai sebuah metode investigasi progresif dalam Hukum Acara Pidana Indonesia sebagai wujud tanggung jawab pemerintah dalam menegakkan keadilan substantif.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ancok, D. 1995. Nuansa Psikologi Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.
Andi Hamzah. 2006. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.
Bambang Sunggono. 1992. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Bawengan. 1989. Penyidikan Perkara Pidana dan Teknik Interogasi. Edisi Revisi. Jakarta:Pradnya Paramita.
Costanzo, M. 2004. Psychology Applied to Law. Singapore: Thomson Wadsworth.
Klaus Krippendorff. 2004. “Content Analysis” An Introduction to Its Methodology. Pennsylvania : Sage Publications.
Komisi Khusus Bidang Riset Ilmiah dan Fatwa. Fatwa Lajnah Da’imah. Saudi Arabia
Lexy J. Moleong. 1993. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: P.T. Remaja Roskarya.
Muhammad Rustamaji, Dewi Gunawati. 2011. Moot Court, Membedah Peradilan Pidana dalam Kelas Pendidikan Hukum Progresif. Surakarta: Mefi Caraka.
Orne, MT, Dinges, DF, & Orne, EC. 1984. National Institute of Justice, December.
Soerjono Soekanto. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
MEDIA MASA
The International Institute for the Advanced Studies. Applied Mental Health Generated. http://www.psychotherapy.com/. diakses pada tanggal 31 Mei 2011 07:05:49 GMT.
Yuninasirhttp://yuninasir.blogspot.com/2010/12/hipnotisme-forensik.html05:57:45 GMT.

[1] Costanzo, M. 2004. Psychology Applied to Law. Singapore: Thomson Wadsworth. hlm.
[2] Ancok, D. 1995. Nuansa Psikologi Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. hlm.
[3] Orne, MT, Dinges, DF, & Orne, EC. 1984. National Institute of Justice, December.
[4] Ibid.

[1] Ibid. hlm. 80.

[1] Muhammad Rustamaji, Dewi Gunawati. 2011. Moot Court, Membedah Peradilan Pidana dalam Kelas Pendidikan Hukum Progresif. Surakarta: Mefi Caraka. hlm. 5.
[2] Yuninasirhttp://yuninasir.blogspot.com/2010/12/hipnotisme-forensik.html05:57:45 GMT.

0 komentar: